Anak dan Pendidikan
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermasksud
membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.
Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manuis. Ibarat biji
mangga bagaimanapun wujudnya jika ditanam dengan baik, pasti menjadi pohon
mangga dan bukan menjadi pohon jambu.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu
dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari
sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan
musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar
bayi mereka sebelum kelahiran. Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan
sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark
Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan
saya. Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering
kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota
keluarga berjalan secara tidak resmi.
Pendidikan
anak merupakan hal yang sangat urgen untuk kita perhatikan sebagai orang tua.
Agar anak-anak yang menjadi generasi muda bisa tumbuh dan berkembang sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional.
Memasuki
milenium ke tiga Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk menyiapkan
masyarakat menuju era baru, yaitu globalisasi yang menyentuh semua aspek
kehidupan. Dalam era global ini seakan dunia tanpa jarak. Komunikasi dan
transaksi ekonomi dari tingkat lokal hingga internasional dapat dilakukan
sepanjang waktu. Demikian pula nanti ketika perdagangan bebas sudah
diberlakukan, tentu persaingan dagang dan tenaga kerja bersifat multi bangsa.
Pada saat itu hanya bangsa yang unggullah yang anak mampu bersaing.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan
insan yang berkualitas. Menurut Undang-undang Sisdiknas Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Menurut UNESCO pendidikan hendaknya dibangun dengan empat pilar,
yaitu learning to know, learning to do, learning to be, dan learning
to live together.
Pada
hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk menciptakan
generasi yang berkualitas, pendidikan harus dilakukan sejak usia dini dalam hal
ini melalui Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yaitu pendidikan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun. Sejak dipublikasikannya hasil-hasil
riset mutakhir di bidang neuroscience dan psikologi maka fenomena
pentingnya pendidikan terhadap anak merupakan keniscayaan. pendidikan terhadap anak menjadi sangat penting mengingat
potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang terbentuk pada rentang
usia ini. Sedemikian pentingnya masa ini sehingga usia dini sering disebut the
golden age (usia emas).
Dengan
diberlakukannya UU No. 20 Tahun 2003 maka sistem pendidikan di Indonesia
terdiri dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi yang keseluruhannya merupakan kesatuan yang sistemik. Pendidikan
terhadap anak diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan
terhadap anak dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
dan/atau informal. Pendidikan terhadap anak pada jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat. pendidikan terhadap anak pada jalur pendidikan nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang
sederajat. Pendidikan anak pada jalur pendidikan informal
berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan.
Dalam
upaya pembinaan terhadap satuan-satuan pendidikan terhadap anak tersebut,
diperlukan adanya sebuah kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi anak
usia dini yang berlaku secara nasional. Kerangka dasar kurikulum dan standar
kompetensi adalah rambu-rambu yang dijadikan acuan dalam penyusunan kurikulum
dan silabus (rencana pembelajaran) pada tingkat satuan pendidikan. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Anak adalah amanah dari sang pencipta dan amanah harus
dipertanggun jawabkan. Orang yang diberi amanh hendaknya melaksanakan denga
penuh tanggun jawab. Anak dan pendidikan tidak bisa dipisahkan, anak yang baru
lahir hanya bisa mendengar tidak bisa melihat, maka anak yang baru lahir akan
belajar pertama kali melalui indra pendengaran mereka. Jadi hendaknya ketika
anak baru lahir kita memperdengarkan kepada anak-anak kita sesuatu yang baik
dan akan menjadikannya suatu hari nanti tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
baik.
Pendidikan anak bukan hanya ditempuh di bangku sekolah
tapi sebagai orang tua kita harus mengajarkan kebijaksanan-kebijaksanaan
bagaimana menjalani hidup ini dengan cara yang paling baik.
Pendidikan tidak hanya
mengedepankan kecerdasan Intelektual tetapi juga Kecerdasan Moral, Spiritual
dan Emosional. Terkadang kita ataupun orang tua beragapan kecerdasan yang
maksud adalah kemampuan anak dalam berhitung, mengahafal, meniru, pandai dalam
membuat analisa yang dibuktikan pada prestasi di sekolah. Meskipun pemahaman
ini tidak salah, namun juga kurang lengkap. Cerdas yang dimaksud adalah
kemampuan anak dalam mengorganisir dengan baik aspek Intelektual, Emosional,
Moral dan Spiritual.
Kecerdasan
Intelektual,
merupakan kemampuan seseorang secara efektif untuk melakukan perhitungan
matematis, menganalisa, mengingat, dan beragumen. Sehingga pada umumnya, sang
anak akan berhasil menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan baik.
Kecerdasan Emosional, merupakan kemampuan
seseorang untuk mengelola dan memanfaatkan perasaan dengan baik. Seperti
memahami orang lain, kemandirian, kerjasama, menyesuaikan diri dan berpikir
positif. Tentunya hal ini dipengaruhi juga oleh kepribadian yang sehat.
Kecerdasan Moral, merupakan kemampuan
seseorang yang peka dan mampu menentukan baik dan buruk. Seperti kejujuran,
kerelaan menolong, kesetiakawanan, kepedulianan, kesederhanaan dan adil.
Kecerdasan Spiritual, merupakan kemampuan
seseorang untuk dapat mengembangkan nilai-nilai yang mulia, seperti: kasih,
kebenaran, ketaqwaan, ketaatan, pelayanan, pengabdian dan pengorbanan. Jadi
kecerdasan Spiritual bukan saja ketaatan dalam menjalankan hukum-hukum agama,
tetapi juga nilai dan sikap hidup dalam agama yang tulus dan mulia.
Mendidik Agar Anak Mandiri
Orang tua mana
yang tidak mau melihat anaknya tumbuh menjadi anak yang mandiri. Tampaknya
memang itulah salah satu tujuan yang ingin dicapai orang tua dalam mendidik
anak-anaknya.
Sikap mandiri sudah dapat dibiasakan sejak anak masih kecil: memakai pakaian sendiri, menalikan sepatu dan bermacam pekerjaan-pekerjaan kecil sehari-hari lainnya. Kedengarannya mudah, namun dalam prakteknya pembiasaan ini banyak hambatannya. Tidak jarang orang tua merasa tidak tega atau justru tidak sabar melihat si kecil yang berusaha menalikan sepatunya selama beberapa menit, namun belum juga memperlihatkan keberhasilan. Atau langsung memberi segudang nasehat, lengkap dengan cara pemecahan yang harus dilakukan, ketika anak selesai menceritakan pertengkarannya dengan teman sebangku. Memang masalah yang dihadapi anak seharihari dapat dengan mudah diatasi dengan adanya campur tangan orang tua. Namun cara ini tentunya tidak akan membantu anak untuk menjadi mandiri. Ia akan terbiasa "lari" kepada orang tua apabila menghadapi persoalan, dengan perkataan lain ia terbiasa tergantung pada orang lain, untuk hal-hal yang kecil sekalipun.
Lalu upaya yang
dapat dilakukan orang tua untuk membiasakan anak agar tidak cenderung
menggantungkan diri pada seseorang, serta mampu mengambil keputusan? Di bawah
ini ada beberapa hal yang dapat Anda terapkan untuk melatih anak menjadi
mandiri.
1.
Beri
kesempatan memilih
Anak yang terbiasa berhadapan dengan
situasi atau hal-hal yang sudah ditentukan oleh orang lain, akan malas untuk
melakukan pilihan sendiri. Sebaliknya bila ia terbiasa dihadapkan pada beberapa
pilihan, ia akan terlatih untuk membuat keputusan sendiri bagi dirinya.
Misalnya, sebelum menentukan menu di hari itu, ibu memberi beberapa alternatif
masakan yang dapat dipilih anak untuk makan siangnya. Demikian pula dalam
memilih pakaian yang akan dipakai untuk pergi ke pesta ulang tahun temannya,
misalnya. Kebiasaan untuk membuat keputusan - keputusan sendiri dalam lingkup
kecil sejak dini akan memudahkan untuk kelak menentukan serta memutuskan
sendiri hal-hal dalam kehidupannya.
2.
Hargailah
usahanya
Hargailah sekecil
apapun usaha yang diperlihatkan anak untuk mengatasi sendiri kesulitan yang ia
hadapi. Orang tua biasanya tidak sabar menghadapi anak yang membutuhkan waktu
lama untuk membuka sendiri kaleng permennya. Terutama bila saat itu ibu sedang
sibuk di dapur, misalnya. Untuk itu sebaiknya otang tua memberi kesempatan
padanya untuk mencoba dan tidak langsung turun tangan untuk membantu
membukakannya. Jelaskan juga padanya bahwa untuk membuka kaleng akan lebih mudah
kalau menggunakan ujung sendok, misalnya.
Kesempatan yang anda berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.
Kesempatan yang anda berikan ini akan dirasakan anak sebagai penghargaan atas usahanya, sehingga akan mendorongnya untuk melakukan sendiri hal-hal kecil seperti itu.
3.
Hindari
banyak bertanya
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
orang tua , yang sebenarnya dimaksudkan untuk menunjukkan perhatian pada si
anak, dapat diartikan sebagai sikap yang terlalu banyak mau tahu. Karena itu
hindari kesan cerewet. Misalnya, anak yang baru kembali dari sekolah, akan
kesal bila diserang dengan pertanyaan - pertanyaan seperti, "Belajar apa
saja di sekolah?", dan "Kenapa seragamnya kotor? Pasti kamu
berkelaihi lagi di sekolah!" dan seterusnya. Sebaliknya, anak akan senang
dan merasa diterima apabila disambut dengan kalimat pendek : "Halo anak
ibu sudah pulang sekolah!" Sehingga kalaupun ada hal-hal yang ingin ia
ceritakan, dengan sendirinya anak akan menceritakan pada orang tua, tanpa harus
di dorong-dorong.
4.
Jangan
langsung menjawab pertanyaan
Meskipun salah
tugas orang tua adalah memberi informasi serta pengetahuan yang benar kepada
anak, namun sebaiknya orang tua tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan. Sebaliknya, berikan kesempatan padanya untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Dan tugas Andalah untuk mengkoreksinya apabila salah menjawab atau
memberi penghargaan kalau ia benar. Kesempatan ini akan melatihnya untuk
mencari alternatif-alternatif dari suatu pemecahan masalah. Misalnya, "Bu,
kenapa sih, kita harus mandi dua kali sehari? " Biarkan anak memberi
beberapa jawaban sesuai dengan apa yang ia ketahui. Dengan demikian pun anak
terlatih untuk tidak begitu saja menerima jawaban orang tua, yang akan diterima
mereka sebagai satu jawaban yang baku.
5. Dorong
untuk melihat alternatif
Sebaiknya anak pun
tahu bahwa untuk nmengatasi suatu masalah , orang tua bukanlah satu-satunya
tempat untuk bertanya. Masih banyak sumber-sumber lain di luar rumah yang dapat
membantu untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Untuk itu, cara yang dapat
dilakukan orang tua adalah dengan memberitahu sumber lain yang tepat untuk
dimintakan tolong, untuk mengatasi suatu masalah tertentu. Dengan demikian anak
tidak akan hanya tergantung pada orang tua, yang bukan tidak mungkin kelak
justru akan menyulitkan dirinya sendiri . Misalnya, ketika si anak datang pada
orang tua dan mengeluh bahwa sepedanya mengeluarkan bunyi bila dikendarai. Anda
dapat memberi jawaban : "Coba,ya, nanti kita periksa ke bengkel
sepeda."
6.
Jangan patahkan semangatnya
Tak jarang orang
tua ingin menghindarkan anak dari rasa kecewa dengan mengatakan
"mustahil" terhadap apa yang sedang diupayakan anak. Sebenarnya
apabila anak sudah mau memperlihatkan keinginan untuk mandiri, dorong ia untuk
terus melakukanya. Jangan sekali-kali anda membuatnya kehilangan motivasi atau
harapannya mengenai sesuatu yang ingin dicapainya. Jika anak minta ijin Anda,
"Bu, Andi mau pulang sekolah ikut mobil antar jemput, bolehkan? "
Tindakan untuk menjawab : "Wah, kalau Andi mau naik mobil antar jemput,
kan Andi harus bangun pagi dan sampai di rumah lebih siang. Lebih baik tidak
usah deh, ya" seperti itu tentunya akan membuat anak kehilangan motivasi
untuk mandiri. Sebaliknya ibu berkata "Andi mau naik mobil antar jemput?
Wah, kedengarannya menyenangkan, ya. Coba Andi ceritakan pada ibu kenapa andi
mau naik mobil antar jemput." Dengan cara ini, paling tidak anak
mengetahui bahwa orang tua sebenarnya mendukung untuk bersikap mandiri.
Meskipun akhirnya, dengan alasan-alasan yang Anda ajukan, keinginannya tersebut
belum dapat di penuhi.
7.
Bimbing sejalan dengan Islam
Pendidikan
anak adalah perkara
yang sangat penting di dalam Islam. Pendidikan anak dalam islam sangat diutamakan hal ini bisa kita
lihat di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah
Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya.
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.
Dan
di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Setiap di antara kalian adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”
Menanamkan Tauhid
dan Aqidah yang Benar kepada Anak
Apabila seseorang
benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang
lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48)
Oleh
karena itu, di dalam Al-Quran pula Allah kisahkan nasehat Luqman kepada
anaknya. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika
engkau memohon, mohonlah kepada Allah. kalaupun seluruh umat (jin dan
manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu
sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan
mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan telah kering lembaran-lembaran”.
Termasuk
aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada.
Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini.
Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat
lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy,
yaitu di atas langit. Adapun dari hadits,
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana
Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
Mengajari
Anak untuk Melaksanakan Ibadah
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Ajarilah
anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka
berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun
(bila tidak mau shalat-pen)” (Shahih. Dengan melatih mereka dari dini, insya
Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
Mengajarkan
Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak
Dimulai
dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk
shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid,
menghapal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari.
Mendidik
Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlaq yang Mulia
Tanamkan
kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti
kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang
lebih muda, serta beragam akhlaq lainnya.
Melarang Anak dari
Berbagai Perbuatan yang Diharamkan
Termasuk
ke dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak
orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga
mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita
berlindung kepada Allah-, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai
metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang
baik!
“Sungguh
akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif
(alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).
Dan
al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi,
seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. Adapun tentang gambar, guru
terbaik umat ini (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda,
“Sesungguhnya
orang-orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah
para tukang gambar.” Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita
dari menggambar mahkluk hidup. Tanamkan pula kepada mereka kebencian kepada
orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan Al-Quds ketika
mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah. Mereka akan
ditolong dengan seizin Allah.
Dan
tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta
menakuti mereka dengan gelap.
Membiasakan
Anak dengan Pakaian yang Syar’i
Anak
laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian
perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i,
bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Tentang
hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa
yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” Untuk anak-anak perempuan,
biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika
dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
Demikianlah
beberapa tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik
anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan
mereka terhadap anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu
bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang.
0 komentar:
Posting Komentar