RABI’AH AL-ADAWIYAH\
A. Pendahuluan
Rabia’ah
al- Adawiyah adalah sufi wanita yang memberi nuansa tersendiri dalam dunia
tasawuf dengan pengenalan konsep mahabbah. Sebuah konsep pendekatan diri kepada
Tuhan atas dasar kecintaan, bukan karena takut atas siksa ataupun mengharap
surga-Nya. Sebagaimana syair “Ya Allah, jika aku menyembah-Mu, karena takut
pada neraka,maka bakarlah aku di dalam neraka. Dan jika aku menyembah-Mu karena
mengharapkan surga,campakkanlah aku dari dalam surga. Tetapi jika aku
menyembah-Mu, demi Engkau, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan
wajah-Mu, yang Abadi kepadaku”. Cinta Rabi’ah
merupakan cinta yang tidak mengharap balasan. Rabi’ah adalah seorang zahidah
sejati. Beliau merupakan pelopor tasawuf mahabbah, yaitu penyerahan diri total
kepada “kekasih” (Allah) dan ia pun dikenang sebagai ibu para sufi besar (The
Mother of The Grand Master). Hakekat tasawuf adalah Habbul-ilah ( mencinta
Allah SWT).
Cinta
ilahi (al-Hubb al-Ilah) dalam pandagan kaum sufi memiliki nilai tertinggi.
Bahkan kedudukan mahabbah dalam sebuah
maqamat sufi tak ubahnya dengan maqam ma’rifat, atau antara mahabbah dan
ma’rifat merupakan kembar dua yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan.
Menurut
riwayatnya Rabi’ah al-Adawiyah adalah seorang hamba yang kemudian dibebaskan.
Dalam hidup selanjutna ia beribadah, bertaubat, dan menjauhi hidup duniawi. Ia
hidup dalam kesederhanaan dan menolak segala bantuan material yang diberikan orang kepadanya. Dalam
berbagai doa yang dipanjatkannya ia tak mau meminta hal-hal yang bersifat
materi dari Tuhan. Ia betul-betul hidup dalam keadaan zuhuddan hanya ingin
berada dekat dengan Tuhan.[1]
Riwayat lain menyebutkan bahwa ia
selalu menolak lamaran-lamaran pria shalih, dengan mengatakan: “ Akad nikah
adalah bagi kemaujudan luar biasa. Sedangkan pada diriku hal itu tidak ada, karena
aku telah berhenti maujud dan telah lepas dari diri. Aku maujud dalam Tuhan dan
diriku sepenuhnyamilik-Ny. Aku hidup dalam naunganfirman-Nya. Akad nikah mesti
diminta dari-Nya, bukan dariku.[2]
“Rabi’ah tenggelam dalam kesadaran kedekatan dengan Tuhan. Ketika sakit ia
berkata kepada tamu yang menanyakan sakinya: “ Demi Allah aku tak merasa sakit,
lantaran surga telah ditambahkan bagiku sedangkan aku merindukannya dalam hati,
dan aku merasa bahwa Tuhanku cemburu kepadaku, lantas mencelaku. Dialah yang
dapat membuatku bahagia.”[3]
Cinta Rabi’ah yang tulus tanpa mengharapkan sesuatu pada Tuhan, terlihat dari ungkapan
doa-doa yang disampaikannya.
B. Riwayat
Hidup Rabiatul Al-Adawiyah dan Karya-karyanya
1.Riwayat Hidup Rabiatul Al-Adawiyah.
1.Riwayat Hidup Rabiatul Al-Adawiyah.
Rabi’ah
al-Adawiyah bernama lengkap Rabi’ah bin Ismail Al- Adwiyah Al-Bashriyah Al- Qaisiyah.
Ia diperkirakan lahir pada tahun 95H/ 713 M atau 99 H/ 717 M disuatu
perkampungan dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat dikota bashrah pada tahun
185H/800M.[4]
Ia dilahirkan sebagai putri keempat dari keluarga yang sangat miskin. Bahkan
ketika Rabi’ah dilahirkan, rumah tangga orang tuanya sedang mengalami krisis
ekonomi hingga minyak untuk membeli lampu penerangan guna membantu kelahirannya
pun tidak dimiliki. Kemiskinan yang berkepanjangan itu membuat Rabi’ah akhirnya
menjadi hamba sahaya. Kehidupan hamba sahaya penuh dengan penderitaan yang
selalu datang silir berganti, kemampuan Rabi’ah untuk mengunakan alat musik dan
menyanyi dimanfaatkan oleh majiannya yang haus akan harta dunia. Rabi’ah sadar
benar akan darinya sebagai hamba sahaya dan diperas sedemikian rupa oleh
majiannya, membuat ia selalu meminta petunjuk dan bimbingan kepada Tuhan.
Dipagi hari dan dimalam hari adalah waktu untuk bermunajat kepada Tuha. Rabi’ah
yakin benar bahwa ada suatu waktu pertolongan Tuhan akan datang dan Tuhan tidak
akan menyia-nyiakan hamba-nya yang selalu menderita dan mendekatkan diri
kepada-Nya.
Setiap
hari selalu terjadiperubahan pada diri Rabi’ah. Ia semakin tidak
menghiraukan sekelilingnya, meskipun
tugas-tugas setiap hari tetap dilaksanakan sebagaimana layaknya, ia tidak
memperhatikan lagi kehidupan dunia dan hal ini mulai diketahui oleh majikannya.
Suatu malam, majikannya menyaksikan sendiri Rabi’ah yang sedang sujud
mengerjakan shalat malam, sehabis shalat itu, ia berdoa sambil berkata: “ Ya
Rabbi, Engkau Maha Tahu bahwa aku sangat ingin selalu bersama-Mu, hati nuraniku
sangat ingin berbakti sekuat tenagaku untuk-Mu, seandainya aku yang menentukan keadaanku
maka sejenak pun aku tidak ingin menghentikan baktiku pada-Mu: tetapi Engkau
telah menempatkan aku pada kemurahan hati orang lain.”
Pada
pagi harinya, Rabi’ah dipanggil oleh majikannya dan berkata: “wahai Rabi’ah, aku
telah memutuskan untukmemerdekanmu dengan sepenuhnya, seandainya engkau ingin
menetap tingal dirumah ini kami semua akan gembira dan menerima engkau sebagai
orang yang bebas dan menerima fasilitas dari kami, tetapi seandainya engkau
berkeinginan untuk pergi dari rumah ini maka kami akan mendoakan keselamatan
bagimu dan segala permintaanmu itu akan kami kabulkan”.
Sejak
itu, Rabiah kembali ke desa dimana dia dilahirkan dengan membina kehidupan baru
yang menolak kesenangan dan kelezatan dunia, kehidupan yang diangun atas dasar
zuhud, dan mengisinya dngan semata-mata beribadah kepada Allah yang menjadi
tumpuan segala cintanya selama ini. Rabi’ah selalu memperbanyak taubat,dzikir
dan puasa serta shalat siang dan malam, sebagai perwujudan dari cintanya kepada
Allah SWT. Semakin hari semakin meningkat dan luluh dalam cinta abadi, dan
semakin tidak menghiraukan dunia lagi, bahkan beliau memutuskan untuk tidak
menikah karena alasan yang bersikap moral dan spritual. sebagaimana Hasan Al-bashri yang
hendak bertanya kepada beliau tentang alasan kenapa beliau tidak mau menikah,
beliau menjawab: “Pernikahan merupakan
keharusan bagi orang yang memiliki pilihan, sedangkan aku tidak ada pilihan
dalam hatiku. Aku hanya untuk Tuhanku dan taat pada perintahNya”. Sedangkan
dalam riwayat lain beliau ditanya kenapa memutuskan untuk tidak menikah, beliau
menjawab: “Di dalam hatiku terdapat tiga
keprihatinan, barang siapa yang dapat melenyapkannya, maka aku akan mutuskan
untuk menikah dengannya, yang pertama apabila aku mati, apakah ada yang bisa
menjamin jika aku menghadap Allah dalam keadaan beriman dan suci?, kedua apakah
ada yang bisa menjamin bahwa aku akan menerima catatan amalku dengan tangan
kanan?, dan yang ketiga apakah ada yang mengetahu kalau nanti aku akan masuk
golongan kanan (surga) atau kiri (neraka)? Jika tidak ada yang dapat
menghilangkan rasa cemas dan keprihatinanku, maka bagaimana mungkin aku akan
mampu berumah tangga, apalagi meninggalkan zikir kepada Allah, walaupun sekejap”.
Cinta Rabi’ah begitu tulus kepada
Rabbnya dan dia tidak mengaharapkan imbalan apapun dari Rabbnya.
2.Karya-Karya Rabi’ah al
Adawiyah
Syair Rabi’ah Al
Adawiyah
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam samudera cintaMu
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malampun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kau Terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mua
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau Beri aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu,
Andai Kau Usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalb
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malampun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kau Terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mua
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau Beri aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu,
Andai Kau Usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalb
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu Yang abadi padaku.
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu Yang abadi padaku.
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa denganMu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakana
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa denganMu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakana
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu
Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau.
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau.
Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
Ketika Kekasih bersamaku
CintaNya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahanNya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
Dan dariMu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu denganMu
Melabuhkan rindu
Ketika Kekasih bersamaku
CintaNya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahanNya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
Dan dariMu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu denganMu
Melabuhkan rindu
Sendiri daku bersama Cintaku
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas doaku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajahNya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajahNya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas doaku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajahNya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajahNya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”
Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu padaMu
Meneguhkan daku
Apa bukan padaMu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
CintaMu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisiMu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika akku telah memenuhiMu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu padaMu
Meneguhkan daku
Apa bukan padaMu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
CintaMu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisiMu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika akku telah memenuhiMu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu,
karena takut pada neraka,
maka bakarlah aku di dalam neraka.
Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga,
campakkanlah aku dari dalam surga.
Tetapi jika aku menyembah-Mu, demi Engkau,
janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu,
yang Abadi kepadaku.
karena takut pada neraka,
maka bakarlah aku di dalam neraka.
Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan surga,
campakkanlah aku dari dalam surga.
Tetapi jika aku menyembah-Mu, demi Engkau,
janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu,
yang Abadi kepadaku.
C. Pengertian Mahabbah
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara
harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam.[5]
Dalam mu’jam al-falsafi, jamil shabila
mengatakan Mahabbah adalah lawan dari
al-baghd, yakni cinta lawan dari
benci.[6] Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wudud, yakni yang sangat kecil atau
penyayang.[7]
Selain itu al-mahabbah dapat pula
berarti kecenderungan kepada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk
memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual, seperti cinta
seseorang yang kasmaran pada sesuatu yang dicintanya, orang tua pada anaknya,
seseorang pada sahabatnya, suatu bangsa terhadap tanah airnya, atau seorang
pekerjaan kepada pekerjaannya.mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula
berarti suatu usaha sunguh-sunguh dari seseorang untuk mencapai tingkat
rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang Mutlak, yaitu cinta kepada
Allah.
Kata Mahabbah tersebut selanjutnya
digunakan untuk menunjukan pada suatu
paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah objeknya lebih
ditujukan pada Tuhan. Selanjutnya Harun Nasution mengatakan bahwa mahabbah cinta dan yang dimaksud ialah
cinta kepada Allah. Lebih lanjut Harun Nasution mengatakan, pengertian yang
diberikan kepada mahabbah antara
lain:
1.
Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan
kepada-Nya.
2.
Menyerahkan seluruh
diri kepada yang dikasihi.
3.
Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang
dikasihi, yaitu Tuhan.[8]
Al-sarraj
(w.377 H) membagi mahabbah kepada tiga tingkatan yaitu:
1.
Cinta biasa, yaitu selalu mengigat Tuhan dengan zikir,
senantiasa menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog
dengan Tuhan.
2.
Cinta orang siddiq, yaitu orang yang kenal kepada tuhan,
pada kebesara-Nya tabir yang memisahkan diri seseorang dari Tuhan dan dengan
demikian dapat melihat rahasia-rahasia pada Tuhan.
3.
Cinta orang ‘Arif, yaitu mengetahui betul Tuhan, yang
dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Akhirnya
sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam ciri yang mencintai.
D. Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al-Adawiyah
Rabi’ah al- Adawiyah dalam
perkembangan mistisisme dalam islam tercacat sebagai peletak dasar tasawuf
berdasarkan cinta kepada Allah. Hal ini karena generasi sebelumnya merintis
aliran asketisme dalam islam berdasarkan rasa takut dan pengharapan kepada
Allah. Rabiah pula yang pertama-tama mengajukan pengertikan rasa tulu ikhlas
dengan cinta yang berdasarkan permintaan ganti dari Allah. Sikap dan pandangan Rabi’ah
Al-Adawiyah tentang cinta dapat dipahami dari kata-katanya, baik yang langsung
maupun yang disandarkan kepadanya. Al-Qusyairi meriwayatkan bahwa ketika bermunajat,
Ra bi’ah menyatakan doanya. “Tuhanku,
akankah Kau bakar kalbu yang mencintai-Mu oleh api neraka?” Tiba-tiba terdengar suara, “Kami tidak akan melakukan itu. Janganlah engkau berburuk sangka kepada
Kami”.[9] Rabi’ah Al
Adawiyah juga tergolong dalam kelompok sufi periode awal. Ia memperkaya
literatur Islam dengan kisah-kisah pengalaman mistiknya dalam sajak-sajak
berkualitas tinggi. Rabi’ah dipandang sebagai pelopor tasawuf mahabbah, yaitu
penyerahan diri total kepada “kekasih”
(Allah) dan ia pun dikenang sebagai ibu para sufi besar (The Mother of The Grand Master). Hakikat tasawufnya adalah habbul-ilāh (mencintai Allah SWT).
Ibadah yang ia lakukan bukan terdorong oleh rasa takut akan siksa neraka atau
rasa penuh harap akan pahala atau surga, melainkan semata-mata terdorong oleh
rasa rindu pada Tuhan untuk menyelami keindahan–Nya yang azali.
Rabi’ah adalah seorang zahidah
sejati. Memeluk erat kemiskinan demi cintanya pada Allah. Lebih memilih hidup
dalam kesederhanaan. Definisi cinta menurut Rabi’ah adalah cinta seorang hamba
kepada Allah Tuhannya. Ia mengajarakan bahwa yang pertama, cinta itu harus
menutup yang lain, selain Sang Kekasih atau Yang Dicinta, yaitu bahwa seorang
sufi harus memalingkan punggungnya dari masalah dunia serta segala daya
tariknya. Sedangkan yang kedua, ia mengajarkan bahwa cinta tersebut yang
langsung ditujukan kepada Allah dimana mengesampingkan yang lainnya, harus
tidak ada pamrih sama sekali. Ia harus tidak mengharapkan balasan apa-apa.
Dengan Cinta yang demikian itu, setelah melewati tahap-tahap sebelumnya,
seorang sufi mampu meraih ma’rifat sufistik dari “hati yang telah dipenuhi oleh rahmat-Nya”. Pengetahuan itu datang
langsung sebagai pemberian dari Allah dan dari ma’rifat inilah akan mendahului
perenungan terhadap Esensi Allah tanpa hijab. Rabi’ah merupakan orang pertama
yang membawa ajaran cinta sebagai sumber keberagamaan dalam sejarah tradisi
sufi Islam. Cinta Rabi’ah merupakan cinta yang tidak mengharap balasan. Justru,
yang dia tempuh adalah perjalan mencapai ketulusan. Sesuatu yang diangap
sebagai ladang subur bagi pemuas rasa cintanya yang luas, dan sering tak
terkendali tersebut.
Cinta Ilahi (al-Hubb al-Ilah) dalam
pandangan kaum sufi memiliki nilai tertinggi. Bahkan kedudukan mahabbah dalam
sebuah maqamat sufi tak ubahnya dengan maqam ma’rifat, atau antara mahabbah dan
ma’rifat merupakan kembar dua yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Abu
Nashr as-Sarraj ath-Thusi mengatakan, cinta para sufi dan ma’rifat itu timbul
dari pandangan dan pengetahuan mereka tentang cinta abadi dan tanpa pamrih
kepada Allah. Cinta itu timbul tanpa ada maksud dan tujuan apa pun. Apa yang
diajarkan Rabi’ah melalui mahabbah-nya, sebenarnya tak berbeda jauh dengan yang
diajarkan Hasan al-Bashri dengan konsep khauf (takut) dan raja’ (harapan).
Hanya saja, jika Hasan al-Bahsri mengabdi kepada Allah didasarkan atas
ketakutan masuk neraka dan harapan untuk masuk surga, maka mahabbah Rabi’ah
justru sebaliknya. Ia mengabdi kepada Allah bukan lantaran takut neraka maupun
mengharapkan balasan surga, namun ia mencinta Allah lebih karena Allah semata.
Cinta Rabi’ah kepada Allah sebegitu
kuat membelenggu hatinya, sehingga hatinya pun tak mampu untuk berpaling kepada
selain Allah. Pernah suatu ketika Rabi’ah ditanya, “Apakah Rabi’ah tidak mencintai Rasul?” Ia menjawab, “Ya, aku sangat mencintainya, tetapi cintaku
kepada Pencipta membuat aku berpaling dari mencintai makhluknya.” Rabi’ah
juga ditanya tentang eksistensi syetan dan apakah ia membencinya? Ia menjawab, “Tidak, cintaku kepada Tuhan tidak
meninggalkan ruang kosong sedikit pun dalam diriku untuk rasa membenci syetan”.
Allah adalah teman sekaligus Kekasih dirinya, sehingga ke mana saja Rabi’ah
pergi, hanya Allah saja yang ada dalam hatinya. Ia mencintai Allah dengan
sesungguh hati dan keimanan. Karena itu, ia sering jadikan Kekasihnya itu
sebagai teman bercakap dalam hidup. Dalam salah satu sya’ir berikut jelas
tergambar bagaimana Cinta Rabi’ah kepada Teman dan Kekasihnya itu: “ Kujadikan Engkau teman bercakap dalam
hatiku, Tubuh kasarku biar bercakap dengan yang duduk. Jisimku biar
bercengkerama dengan Tuhanku, Isi hatiku hanya tetap Engkau sendiri”.
Cinta bagi Rabi’ah telah
mempesonakan dirinya hingga ia telah melupakan segalanya selain Allah. Tapi
bagi Rabi’ah, Cinta tentu saja bukan tujuan, tetapi lebih dari itu Cinta adalah
jalan keabadian untuk menuju Tuhan sehingga Dia ridla kepada hamba yang
mencintai-Nya. Dan dengan jalan Cinta itu pula Rabi’ah berupaya agar Tuhan
ridla kepadanya dan kepada amalan-amalan baiknya. Harapan yang lebih jauh dari
Cintanya kepada Tuhan tak lain agar Tuhan lebih dekat dengan dirinya, dan
kemudian Tuhan sanggup membukakan hijab kebaikan-Nya di dunia dan juga di
akhirat kelak. Ia mengatakan, dengan jalan Cinta itu dirinya berharap Tuhan
memperlihatkan wajah yang selalu dirindukannya. Dalam sya’irnya Rabi’ah mengatakan
:
Aku mencintai-Mu dengan dua macam Cinta,
Cinta rindu dan Cinta karena Engkau layak dicinta,
Dengan Cinta rindu,
kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,
Dan bukan selain-Mu.
Sedangkan Cinta karena Engkau layak dicinta,
di sanalah Kau menyingkap hijab-Mu,
agar aku dapat memandangmu.
Namun, tak ada pujian dalam ini atau itu,
segala pujian hanya untuk-Mu dalam ini atau itu.
Cinta rindu dan Cinta karena Engkau layak dicinta,
Dengan Cinta rindu,
kusibukan diriku dengan mengingat-ingat-Mu selalu,
Dan bukan selain-Mu.
Sedangkan Cinta karena Engkau layak dicinta,
di sanalah Kau menyingkap hijab-Mu,
agar aku dapat memandangmu.
Namun, tak ada pujian dalam ini atau itu,
segala pujian hanya untuk-Mu dalam ini atau itu.
Abu Thalib al-Makki dalam
mengomentari sya’ir di atas mengatakan, dalam Cinta rindu itu, Rabi’ah telah
melihat Allah dan mencintai-Nya dengan merenungi esensi kepastian, dan tidak
melalui cerita orang lain. Ia telah mendapat kepastian (jaminan) berupa rahmat
dan kebaikan Allah kepadanya. Cintanya telah menyatu melalui hubungan pribadi,
dan ia telah berada dekat sekali dengan-Nya dan terbang meninggalkan dunia ini
serta menyibukkan dirinya hanya dengan-Nya, menanggalkan duniawi kecuali hanya
kepada-Nya. Sebelumnya ia masih memiliki nafsu keduniawian, tetapi setelah
menatap Allah, ia tanggalkan nafsu-nafsu tersebut dan Dia menjadi keseluruhan
di dalam hatnya dan Dia satu-satunya yang ia cintai. Allah telah memebaskan
hatinya dari keinginan duniawi, kecuali hanya diri-Nya, dan dengan ini meskipun
ia masih belum pantas memiliki Cinta itu dan masih belum sesuai untuk dianggap
menatap Allah pada akhirnya, hijab tersingkap sudah dan ia berada di tempat
yang mulia. Cintanya kepada Allah tidak memerlukan balasan dari-Nya, meskipun
ia merasa harus mencintai-Nya. Al-Makki melanjutkan, bagi Allah, sudah
selayaknya Dia menampakkan rahmat-Nya di muka bumi ini karena doa-doa Rabi’ah
(yaitu pada saat ia melintasi Jalan itu) dan rahmat Allah itu akan tampak juga
di akhirat nanti (yaitu pada saat Tujuan akhir itu telah dicapainya dan ia akan
melihat wajah Allah tanpa ada hijab, berhadap-hadapan). Tak ada lagi pujian
yang layak bagi-Nya di sini atau di sana nanti, sebab Allah sendiri yang telah
membawanya di antara dua tingkatan itu (dunia dan akhirat) (Abu Thalib
al-Makki, Qut al-Qulub, 1310 H, dalam Margaret Smith, 1928).
Dalam shahih Bukhari-Muslim, sebuah
hadis diriwayatkan oleh Anas bin Malik menyatakan bahwa Rasulullah bersabda, “ Kamu belum beriman sebelum Allah dan
RasulNya lebih kamu cintai daripada selain keduanya.” Tirmidzi pun
meriwayatkan bahwa Rasullullah bersabda,
“Cintailah Allah karena nikmat yang dianugerahkanNya kepadamu.
Cintailah aku karena kecintaanmu kepada Allah. Dan Cintailah keluargaku karena
kecintaanmu kepadaku.”
Kini Rabi’ah telah tiada. Perempuan kekasih Ilahi itu meninggal untuk selamanya, dan akan kembali hidup bersama Sang Kekasih di sisi-Nya. Jasad kasarnya hilang ditelan bumi, tetapi ruh sucinya terbang bersama para sufi, para wali, dan para pecinta Ilahi.
Kini Rabi’ah telah tiada. Perempuan kekasih Ilahi itu meninggal untuk selamanya, dan akan kembali hidup bersama Sang Kekasih di sisi-Nya. Jasad kasarnya hilang ditelan bumi, tetapi ruh sucinya terbang bersama para sufi, para wali, dan para pecinta Ilahi.
[1] Ibid., hlm. 71-72.
[2] Aththar, Tadzkirat al-Aula I, (Mesir:Al-Ma’arif,t.t.), hlmm.66.
[3] A.J. Arberry, op. Cit. , hlm.50.
[4] Farid As-Sin Al-Arththar, muslim saints and mystics, terj. A.J
Arberry, Routledge dan Kegal Paul, 1979., hlm. 39.
[5] Lihat Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, ( jakarta: Hidakarya,
1990), hlm. 96.
[6] Jamil Shabila, al-mu’jam al-falsafy, jilid II, (Mesir:
Dar al-Kitab, 1978), hlm. 439.
[7] Ibid., hlm.349.
[8] Harun Nasution,falsafah dan mistisisme dalam islam, (Jakarta
Bulan Bintang, 1983), cet. III, hlm.70.
[9] Abu Qasim Al-Karim
Al-Qusyairiyyah, Ar-Risalah
Al-Qusyairiyyah fi ‘Iim At-Tashawwuf, Isa Al-Babi Al-Halabi, 1334, hlm.
328.
1 komentar:
Bonus Code: CASINO500 - Get a 100% bonus up to $600
Bonus 원주립카페 Code PLAY250. Casino online sports betting was launched back in 1997 인싸 포커 as a 토토 사이트 목록 way of 슬롯 머신 사이트 keeping with 바카라 사이트 주소 traditional casinos, but with new technology
Posting Komentar